Berikutini adalah silsilah nasab Syekh Muhammad Kholil, terlebih dahulu saya tulis silsilah jalur laki-laki yang bersambung pada Sunan Kudus, untuk menunjukkan hak beliau dalam menggunakan nama belakang (marga/fam) "Azmatkhan Ba'Alawi Al-Husaini", sesuai dengan adat dan istilah pernasaban bangsa Arab. JALUR SUNAN KUDUS 1.
Asy-Syekh Kholil adalah titisan beberapa wali yang tergabung dalam "Walisongo", yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kudus, yang mana mereka bermarga “Azmatkhan” dan bersambung pada Sayyid Alawi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Beliau juga bernasab pada keluarga "Basyaiban" yang bersambung pada Al-Imam Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbat Al-Alawi ini adalah silsilah nasab Syekh Muhammad Kholil, terlebih dahulu saya tulis silsilah jalur laki-laki yang bersambung pada Sunan Kudus, untuk menunjukkan hak beliau dalam menggunakan nama belakang marga/fam “Azmatkhan Ba'Alawi Al-Husaini”, sesuai dengan adat dan istilah pernasaban bangsa Syekh Muhammad Kholil Kiai Abdul Lathif. Dimakamkan di Kiai Hamim. Dimakamkan di Tanjung Porah, Lomaer, Kiai Abdul Karim[1].5. Kiai Muharram. Dimakamkan di Banyo Ajuh, Bangkalan[2].6. Kiai Abdul Azhim[3]. Dimakamkan di Tambak Agung, Sukalela, Labeng, Kiai Sulasi. Dimakamkan di Petapan, Trageh, Kiai Martalaksana. Dimakamkan di Banyu Buni, Gelis, Kiai Badrul Budur. Dimakamkan di Rabesan, Dhuwwek Buter, Kuayar, Kiai Abdur Rahman Bhujuk Lek-palek. Dimakamkan di Kuanyar, Kiai Khatib. Ada yang menulisnya “Ratib”. Dimakamkan di Pranggan, Sayyid Ahmad Baidhawi Pangeran Ketandar Bangkal. Dimakamkan di Sayyid Shaleh Panembahan Pakaos. Dimakamkan di Ampel Surabaya[4].14. Sayyid Ja’far Shadiq Sunan Kudus[5]. Dimakamkan di Sayyid Utsman Haji Sunan Ngudung[6]. Dimakamkan di Sayyid Fadhal Ali Al-Murtadha Raden Santri /Raja Pandita. Dimakamkan di Sayyid Ibrahim Asmoro. Dimakamkan di Tuban[7].18. Sayyid Husain Jamaluddin[8]. Dimakamkan di Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin. Dimakamkan di Naseradab, Sayyid Abdullah[9]. Dimakamkan di Naserabad, Sayyid Abdul Malik Azmatkhan. Dimakamkan di Naserabad, Sayyid Alawi Ammil Faqih. Dimakamkan di Tarim, Hadramaut, Sayyid Muhammad Shahib Mirbath. Dimakamkan di Zhifar, Hadramaut, Sayyid Ali Khali’ Qasam. Dimakamkan di Tarim, Hadramaut, Sayyid Alawi. Dimakamkan di Bait Jabir, Hadramaut, Sayyid Muhammad. Dimakamkan di Bait Jabir, Hadramaut, Sayyid Alawi. Dimakamkan di Sahal, Sayyid Abdullah/Ubaidillah. Dimakamkan di Hadramaut, Al-Imam Ahmad Al-Muhajir . Dimakamkan di Al-Husayyisah, Hadramaut, Sayyid Isa An-Naqib. Dimakamkan di Bashrah, Sayyid Muhammad An-Naqib. Dimakamkan di Bashrah, Al-mam Ali Al-Uradhi. Dimakamkan di Al-Madinah Al-Imam Ja’far Ash-Shadiq. Dimakamkan di Al-Madinah Al-Imam Muhammad Al-Baqir. Dimakamkan di Al-Madinah Al-Imam Ali Zainal Abidin. Dimakamkan di Al-Madinah Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib. Dimakamkan di Karbala, Sayyidatina Fathimah Az-Zahra’ binti Sayyidina Muhammad Rasulillah Dimakamkan di Madinah Al-MunawwarahMaka, dari jalur Sunan Kudus, Asy-Syekh Kholil adalah generasi ke-37 dari Rasulullah Shallahu 'alayhi wa Syekh Muhammad Kholil Kiai Abdul Lathif. Dimakamkan di Kiai Hamim. Dimakamkan di Tanjung Porah, Lomaer, Kiai Abdul Kiai Muharram. Dimakamkan di Banyo Ajuh, Kiai Abdul Azhim. Dimakamkan di Tambak Agung, Sukalela, Labeng, Nyai Tepi Sulasi Istri Kiai Sulasi. Dimakamkan di Petapan, Trageh, Nyai Komala. Dimakamkan di Kuanyar, Sayyid Zainal Abidin Sunan Cendana. Dimakamkan di Kuanyar, Sayyid Muhammad Khathib Raden Bandardayo[10]. Dimakamkan di Sedayu Sayyid Musa Sunan Pakuan. Dimakamkan di Dekat Gunung Muria Kudus. Dalam sebagian catatan nama Musa ini tidak Sayyid Qasim[11] Sunan Drajat. Dimakamkan di Drajat, Paciran Sayyid Ahmad Rahmatullah[12] Sunan Ampel. Dimakamkan di Ampel, Sayyid Ibrahim Asmoro Tuban. Disini nasab Nyai Sulasi dan Kiai Sulasi melalui jalur Sunan Ampel, Asy-Syekh Kholil adalah generasi ke-34 dari Syekh Muhammad Kholil Kiai Abdul Lathif. Dimakamkan di Kiai Hamim. Dimakamkan di Tanjung Porah, Lomaer, Kiai Abdul Kiai Muharram. Dimakamkan di Banyo Ajuh, Kiai Abdul Azhim. Dimakamkan di Tambak Agung, Sukalela, Labeng, Nyai Tepi Sulasi Istri Kiai Sulasi. Dimakamkan di Petapan, Trageh, Nyai Komala. Dimakamkan di Kuanyar, Sayyid Zainal Abidin Sunan Cendana. Dimakamkan di Kuanyar, Nyai Gede Kedaton istri Sayyid Muhammad Khathib. Dimakamkan di Giri, Panembahan Kulon. Dimakamkan di Giri, Sayyid Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri. Dimakamkan di Giri, Maulana Ishaq. Dimakamkan di Sayyid Ibrahim Asmoro Tuban. Disini nasab Nyai Gede Kedaton dan Sayyid Muhammad Khathib melalui jalur Sunan Giri, Syekh Kholil adalah generasi ke-34 dari Rasulullah Syekh Muhammad Kholil Kiai Abdul Lathif. Dimakamkan di Nyai Khadijah Istri Kiai Hamim[13]. Dimakamkan di Kiai Asror Sayyid Sayyid Ali Al-Akbar[14].7. Sayyid Sulaiman. Dimakamkan di Mojo Agung, Syarifah Maulana Hasanuddin[15]. Dimakamkan di Syarif Hidayatullah[16] Sunan Gunung Jati. Dimakamkan di Sayyid Abdullah Sayyid Ali Nuruddin/Nurul Sayyid Husain Jamaluddin Bugis. Disini nasab Nyai Khadijah dan Kiai Hamim Kholil melalui jalur Sunan Gunung Jati, Syekh Kholil adalah generasi ke-32 dari Rasulullah Syekh Muhammad Kholil Kiai Abdul Lathif. Dimakamkan di Nyai Khadijah Istri Kiai Hamim. Dimakamkan di Kiai Asror Sayyid Sayyid Ali Sayyid Sulaiman. Dimakamkan di Mojo Agung, Sayyid Abdurrahman Suami Syarifah Khadijah binti Hasanuddin.9. Sayyid Sayyid Sayyid Abdul Sayyid Abu Bakar Sayyid Sayyid Hasan Sayyid Al-Imam Muhammad Al-Faqih Saayid Sayyid Muhammad Shahib Mirbat. Disini nasab keluarga Azmatkhan dan Basyaiban melalui jalur Sayyid Abdurrahman Basyaiban, Syekh Kholil adalah generasi ke-32 dari Rasulullah Shallahu 'alayhi wa nasab Asy-Syekh Muhammad Kholil dengan berbagai jalur yang saya dapatkan sampai saat ini, bisa jadi suatu hari nanti kita menemukan nama-nama baru daripada istri-istri jalur laki-laki yang ada hal pencatatan nasab, ada satu hal yang cukup membanggakan bagi Kiai-Kiai Jawa dan Madura. Berkat gabungan antara adat Arab dalam menjaga silsilah dan adat Jawa/Madura yang tidak membeda-bedakan garis laki-laki dan perempuan, akhirnya Kiai-Kiai Jawa/Madura banyak yang memliki silsilah lengkap dari berbagai jalur. Saya pernah menunjukkan sebuah silsilah seperti ini pada seorang Syekh dari Yaman, beliau merasa kagum karena banyak jalur perempuan yang juga dicatat dalam silsilah itu selain jalur laki-laki, karena pada umumnya, orang Arab tidak tahu nama-nama kakek-buyutnya yang dari jalur ibu atau jalur nenek, mereka hanya mengenal yang jalur ayah keatas dengan garis laki-laki. [*]______________Catatan[1] Diambil dari catatan Syekh Kholil sendiri pada akhir terjemah beliau atas kitab “Alfiyah Ibnu Malik” pada tahun 1294 H. Beliau menulis nama beliau dengan “Muhammad Kholil bin Hamim bin Abdul Karim bin Muharrom”. Lihat lampiran “d” Banyak orang yang tidak mencatat nama “Abdul Karim” dan “Muharrom” dalam silsilah Syekh Kholil. Padahal sudah jelas tertera pada kitab tulisan tangan Syekh Kholil. Nasab ini juga diperkuat oleh penuturan Kiai Faqih Konang Loamer Bangkalan. Kiai Faqih meninggal pada tahun 2006 dalam usia lebih dari 120 tahun. Setahun sebelum meninggal, saya bertemu dengan beliau untuk mengambil riwayat tentang kiai-kiai keturunan Sunan Cendana Kuanyar. Kamipun berbincang-bincang selama kurang lebih empat jam dalam dua kali pertemuan, sampai membuat tamu-tamu yang lain mengantri lama di luar. Beliau sangat gembira dengan kedatagan saya, apalagi dalam rangka mengumpulkan riwayat Kiai-kiai sepuh, sehingga beliaupun memaksa untuk berbicara banyak walapun kondisi tubuh beliau sangat lemah, biasanya beliau menerima tamu hanya sekitar lima menit. Waktu itu saya ditemani oleh Kiai Khozin Bungkak. Sebagian perbincangan itu sempat saya rekam dan saya tulis. Diantara yang beliau sebutkan adalah bahwa Nyai Sulasi cucu Sunan Cendana dengan Kiai Sulasi memiliki putra bernama Kiai Abdul Fattah, Kiai Abdul Fattah mempunyai beberapa putra diantaranya bernama Kiai Abdul Azhim, dan diantara putra Kiai Abdul Azhim adalah Kiai Muharrom yang menurunkan Syekh Kholil Bangkalan. Sampai saat ini saya belum menemukan catatan yang mencantumkan nama “Abdul Fattah”, maka dari itu dalam silsilah ini saya tidak memasukkanya, karena saya lebih menguatkan yang ada catatannya. Malah saya punya perkiraan bahwa “Abdul Fattah” itu adalah nama asli Kiai Sulasi, barangkali saja Kiai Faqih salah dengar atau salah ucap. “Sulasi” itu bukan nama orang, melainkan nama tempat yang asalnya adalah “Selase”. Dijuluki Kiai Sulasi karena tinggal di Selase itu. Nah, mungkin saja “Abdul Fattah” adalah nama asli beliau sehingga riwayat Kiai Faqih menjadi rancu antara “Kiai Sulasi” dan “Kiai Abdul Fattah”. Riwayat Kiai Faqih tentang Kiai Muharrom ini lebih menguatkan catatan yang ada dalam kitab Syekh Kholil.[2] Berdasarkan riwayat Kiai Faqih.[3] Nama-nama mulai dari Kiai Abdul Azhim sampai ke Raden Santri saya dapatkan dari Kiai Fauzi Lomaer. Beliau mendapatkan dari catatan keluarga Bani Muqiman bin Hamim.[4] Menurut catatan Kiai Fauzi, beliau inilah yang terkenal dengan julukan “Mbah Sholeh” murid Sunan Ampel.[5] Ada yang menulis Sunan Kudus sebagai putra Sunan Ampel, terasuk Sayyid Dhiya’ Syihab dalam ta’liq kitab “Syams Azh-Zhahirah”. Namun yang saya lihat dalam banyak catatan silsilah yang dipegang Kiai-kiai di berbagai tempat adalah bahwa ibu Sunan Kudus bernama Nyai Anom Manyuran binti Nayi Ageng Manyuran binti Sunan Ampel. Sampai saat ini banyak kalangan tertentu yang terlalu fanatik dengan kitab “Syams Azh-Zhahirah” dan ta’liqnya, sehingga ada semacam pemahaman bahwa kalau tidak ada dalam kitab tersebut atau bertentangan dengan kitab tersebut berarti tidak sah. Padahal, saya lihat kitab itu banyak kelemahan riwayatnya ketika berbicara tentang Walisongo yang dari keluarga Azmatkhan. Hal itu sebenarnya dapat dimaklumi, karena kitab tersebut dutulis tidak berdasarkan kumpulan riwayat yang tersebar di berbagai tempat. penulis ta’liq kitab tersebut hanya menulis berdasarkan riwayat beberapa orang yang sempat beliau temui, karena beliau tidak banyak waktu untuk mengunjungi semua Kiai dan menanyai silsilah mereka. Namun begitu, beliau telah melakukan hal yang besar dengan memperkenalkan “Sunan-sunan” keluarga Azmatkhan pada Alawiyyin di Arab. Hanya saja, sangat disayangkan karena kemudian tidak ada dari kalangan mereka yang menindaklanjuti langkah beliau dengan menulusuri keturunan Sunan-sunan itu. Hal ini kemudian menimbulkan suatu asumsi yang tidak ilmiyah di kalangan awam mereka, yaitu dengan menganggap bahwa yang tidak tercatat dalam ta’liq “Syams Azh-Zhahirah” berarti tidak sah. Apalagi sering terdengar komentar sinis dari kalangan awam itu bahwa Sunan-sunan tidak punya keturunan laki-laki, karena anak-anak mereka yang laki-laki meninggal sebelum punya anak. Padahal, Sayyid Dhiya’ Syihab dalam ta’liq “Syams Azh-Zhahirah” jelas menulis nama-nama Kiai yang beliau ambil riwayatnya dengan mengatakan bahwa mereka masih keturunan Sunan. Demikian pula dengan Sayyid HMH Al-Hamid, dalam buku “Pembahasan Tuntas Tetang Khilafiah”, beliau juga menyatakan bahwa banyak sekali Kiai-kiai yang bernasab pada Sunan-sunan Azmatkhan dengan garis laki-laki.[6] Dalam Taliq “Syams Azh-Zhahirah”, Sunan Ngudung ditulis sebagai putra Ali Nuruddin bin Husain Jamaluddin. Berarti Sunan Ngudung adalah saudara kandung ayah Sunan Gunung Jati. Sementara keraton Cirebon tidak mengenal nama Sunan Ngudung sebagai kerabat dekat. Seandainya Sunan Ngudung adalah paman kandung Sunan Gunung Jati, maka tentu bangsawa Cirebon akan mencatat nama beliau sebagaimana nama Falatehan yang menjadi menantu Sunan Gunung Jati. Ditambah lagi dengan riwayat masyhur dalam catatan silsilah Kiai-kiai yang menyatakan bahwa Sunan Ngudung adalah mantu cucu Sunan Ampel. Selain itu, Sunan Ngudung populer di zaman Kesultanan Demak sepeninggal Sunan Ampel, maka hitungan tahunnya lebih layak kalau Sunan Ngudung menjadi keponakan Sunan Ampel daripada menjadi paman Sunan Gunung Jati. Mengingat Ta’liq “Syams Azh-Zhahirah” tidak menyebut referensinya, maka saya lebih menguatkan silsilah yang menyebut “Sunan Ngudung bin Raden Santri”, karena silsilah ini ditulis dengan jelas dalam banyak catatan Kiai-Kiai. Mungkin saja, yang membuat rancu referensi “Syams Azh-Zhahirah” adalah nama “Ali”, karena nama Raden santri dan kakek Sunan Gunung Jati sama-sama ada “Ali”nya. Kalau Raden Santri bernama asli “Fadhal Ali Al-Murtadha” sedangkan kakek Sunan Gunung Jati bernama “Ali Nuruddin” atau yang oleh sebagian orang ditulis “Ali Nurul Alam”.[7] Nama ini sering dibuat rancu oleh banyak orang. Mereka menganggap bahwa Ibrahim ini adalah Maulana Malik Ibrahim. Adapun Maulana Malik Ibrahim adalah putra Barakat Zainul Alam bin Husain Jamaluddin.[8] Banyak orang menyebutnya Syekh Jumadil Kubro. Dan ada banyak makam yang dinisbatkan pada Syekh Jumadil Kubro. Maka boleh jadi “Syekh Jumadil Kubro” itu adalah tahrif salah ucap dari beberapa nama. Adapun yang paling shahih adalah makam yang di Bugis, karena di sekitar makam itu terdapat banyak keluarga bangsawan yang bernasab pada beliau.[9] Banyak yang menulisnya “Abdullah Khan”. Ini adalah suatu kesalahan. Marga “Khan” itu bukan marga Sayyid, melainkan marga bangsawan Pakistan yang mengadopsi dari nama belakang penguasa-penguasa Mongol. Sejarah mencatat meratanya serbuan dan perampasan bangsa Mongol di belahan Asia. Diantara nama yang terkenal dari penguasa-penguasa Mongol adalah Khubilai Khan. Setelah Mongol menaklukkan banyak bangsa, maka muncullah Raja-raja yang diangkat atau diakui oleh Mongol dengan menggunakan nama belakang “Khan”, termasuk Raja Naserabad, India. Ketika Sayyid Abdul Malik ayah Sayyid Abdullah menjadi menantu bangsawan Naserabad, mereka bermaksud memberi beliau gelar “Khan” agar dianggap sebagai bangsawan setempat sebagaimana keluarga yang lain. Hal ini persis dengan cerita Sayyid Ahmad Rahmatullah ketika diberi gelar “Raden Rahmat” setelah menjadi menantu bangsawan Majapahit. Namun karena Sayyid Abdul Malik dari bangsa “syarif” mulia keturunan Nabi, maka mereka menambah kalimat “Azmat” yang berarti mulia dalam bahasa Urdu India sehingga menjadi “Azmatkhan”. Dengan huruf arab, mereka menulis عظمت ØØ§Ù† bukan عظمة ØØ§Ù†, dengan huruf latin mereka menulis “Azmatkhan”, bukan “Adhomatu Khon” atau “Adhimat Khon” seperti yang ditulis sebagian orang. Tentang sejarah keluarga Azmatkhan mulai dari leluhur Sayyid Abdul Malik hingga Sunan-sunan Walisongo, saya telah menulisnya dengan panjang lebar dalam buku “Dari Kanjeng Nabi Sampai Kanjeng Sunan”.[10] Di Madura banyak silsilah dengan nama “Khathib”, termasuk ayah Sunan Cendana ini. Ketika orang-orang menemukan nama Khathib dan belum dapat “bin siapa”nya, mereka cenderung mencari-cari nama Khathib dalam silsilah lain. Hal ini mengakibatkan adanya banyak kerancuan silsilah keatas seorang “Khathib”, termasuk Khathib ayah Sunan Cendana ini. Saya menguatkan nasab Sunan Cendana dengan silsilah Khathib bin Musa bin Qasim Sunan Drajat, karena silsilah yang ini dipegang oleh banyak keluarga dari bani Sunan Cendana. Setahu saya, ada dua “Khathib” yang pernah terselip pada silsilah Sunan Cendana selain yang dipegang juru kunci, yaitu Khathib bin Sya’ban bin Sunan Ampel dan Khathib Panjang bin Panembahan Kidul bin Sunan ada satu hal yang perlu saya bicarakan mengenai silsilah antara Sunan Cendana dan Sunan Drajat. Ada seorang Arab yang dikenal ahli nasab dan kemudian mengusik nasab Sunan Cendana. Hal ini saya anggap perlu dibahas agar pembaca mengerti persoalannya kalau-kalau suatu saat mendengar “omongan miring” itu. Awalanya begini, suatu ketika saya menunjukkan nasab seseorang yang bersambung pada Sunan Cendana. Iapun merasa keberatan melihat catatan silsilah itu menunjukkan bahwa pemiliknya adalah keturunan ke-35 dari Rasulullah SAW. Sementara dia sendiri si ahli nasab yang lebih tua dari pemilik silsilah itu adalah keturunan ke-40. Kemudian si ahli nasab itu mengatakan bahwa silsilah itu meragukan sehingga sulit untuk menembus pengesahan Rabithah Alawiyah Persatuan Alawiyyin keturuan Al-Hasan dan Al-Husain, karena saksi-saksi yang mengetahui langsung hubungan anak-beranak dari nama-nama dalam silsilah itu sudah meninggal semua. Tidak beberapa lama kemudian saya bertemu dengan Kiai Hannan juru kunci makam Sunan Cendana. Ketika berbincang-bincang tentang nasab Sunan Cendana, Kiai Hannan berkata bahwa beberapa bulan yang lalu beliau berbincang-bincang dengan si ahli nasab itu, dia bilang bahwa antara Sunan Cendana dan Sunan Drajat itu ada sekitar empat nama yang hilang, mestinya bukan Sunan Cendana bin Khathib bin Sunan Drajat, melainkan setidaknya Sunan Cendana bin Khathib bin fulan bin fulan bin fulan bin fulan bin Sunan Drajat. Dengan cerita Kiai Hannan itu, saya baru paham mengapa si ahli nasab itu keberatan dengan silsilah keturunan Sunan Cendana, yaitu karena nasab keturunan Sunan Cendana kebanyakan sangat tinggi dibanding si ahli nasab, nampaknya ia keberatan untuk kalah tinggi dengan keturunan Sunan Cendana, sehingga iapun berani berbohong meyakini ada sedikitnya empat nama yang hilang. Untuk itu saya kemukakan beberapa hal berikut1. Megenai saksi-saksi yang diminta itu, saya rasa itu adalah sangat berlebihan. Itsbat membenarkan nasab itu tidak harus ada saksi yang tahu langsung hubungan anak-beranak antara seseorang dengan ayahnya. Jangankan untuk orang lain, untuk kakek saya sendiri saja saya tidak bisa mendatangkan saksi yang tahu langsung bahwa kakek adalah putra buyut saya, saksi yang tahu langsung sudah meninggal semua, saya tahu itu dari ayah dan keluarga saya lainnya yang pernah bertemu kakek, sebagaimana mereka tahu tentang buyut mereka dari kakek. Itsbat itu cukup dengan riwayat, bahwa apabila ada riwayat tentang sebuah nasab yang diriwayatkan oleh orang-orang yang tsiqah bisa dipercaya secara turun temurun, apalagi sampai ada catatannya, maka hal itu sudah sangat cukup untuk itsbat nasab. Sedangkan catatan silsilah atas-bawah Sunan Cendana tersebar pada ratusan keluarga keturunan beliau yang rata-rata keluarga ulama besar. Apakah kita masih menyangsikan catatan yang dipegang oleh semisal keluarga Syekh Kholil Bangkalan, Syekh Syamsuddin Ombhul Sampang, Kiai As’ad Syamsul Arifin Asembagus, Kiai Hasan Genggong Probolinggo, Kiai Abdur Rahim Sarang Rembang Jawa Tengah dan yang lain-lain? Mereka semua adalah ulama-ulama besar. Mereka adalah keturunan Sunan Cendana dan masing-masing memegang silsilah yang diterima turun Kesimpulannya, silsilah antara keturunan Sunan Cendana yang sekarang hingga Sunan Cendana sama sekali tidak ada masalah. Maka masalahnya tinggal antara Sunan Cendana dan Sunan Drajat. Tadi disebutkan bahwa si ahli nasab menuduh ada sekitar empat nama yang hilang antara Sunan Cendana dan Sunan Derajat. Coba kita perhatikan berikut ini Sejarah mencatat bahwa Sunan Derajat lahir sekitar tahun 1470 M. + 930 H. Sedangkan menurut catatan turun temurun, Sunan Cendana hidup pada zaman Cakraningrat I Bangkalan, kira-kira tahun 1625. Berarti jarak antara Sunan Cendana dan Sunan Drajat sekitar 155 tahun. Nah, jarak itu sangat layak untuk diisi empat generasi, yaitu Sayyid Musa, Sayyid Muhammad Khathib, Sayyid Zainal Abidin dan putra-putra beliau, karena beliau berusia panjang. Dari pernyataan dan kesimpulan itu, saya kemudian menarik kesimpulan bahwa keberatan yang dikemukakan oleh si ahli nasab itu hanya karena keberatan untuk dianggap nasabnya kalah tinggi dengan keturunan Sunan Cendana. Iapun beruasaha untuk menciptakan kesangsian terhadap silsilah keluarga Sunan Cendana. Mengingat dari Sunan Cendana kebawah tidak ada celah untuk dituduh “kurang nama”, karena kebanyakan keturunan Sunan Cendana telah menjaga silaturrahim, maka iapun melemparkan tuduhan itu pada antara Sunan Cendana dan Sunan Drajat. Sayangnya, ia tidak memperhatikan tahun kelahiran mereka, sehingga tuduhan itupun berbalik menjadi hal yang memalukan bagi dipahami, bahwa ketaqwaan itu lebih mendekatkan seseorang pada leluhurnya yang shaleh, bukan hitungan nasabnya. Cucu Siti Fathimah yang ke-33 tidak lebih mulia daripada cucu yang ke-40. Apabila lebih bertaqwa dan lebih berprestasi, maka cucu ke-40 akan lebih dekat dengan Siti Fathimah daripada cucu ke-33. Kesalahpahaan mengenai hal ini cenderung membuat orang merasa gengsi untuk mengakui kedekatan nasab orang lain, apalagi ketika yang bernasab lebih dekat itu lebih muda atau dianggap “orang biasa”.[11] Ada yang menulisnya “Hasyim”, seperti Ta’liq “Syams Azh-Zhahirah”. Saya menguatkan “Qasim” karena nama itu yang saya temukan dalam semua catatan yang saya temui di tangan Kiai-kiai keturunan Sunan Drajat.[12] Ada yang menulisnya “Ali Rahmatullah”, seperti Ta’liq “Syams Azh-Zhahirah”. Saya menguatkan “Ahmad Rahmatullah” karena nama itu yang saya temukan dalam semua catatan yang saya temui di tangan Kiai-kiai keturunan Sunan Ampel.[13] Kiai Hamim adalah menantu Kiai Asror. Sebagian silsilah mencatat “Hamim bin Asror”. Kerancuan itu sebenarnya berawal dari kalimat “Syekh Kholil putra Kiai Hamim dan cucu Kiai Asror”. Orang yang tidak tahu persis menjadi salah paham. Adapun lebih menisbatkan Syekh Kholil sebagai cucu Kiai Asror daripada sebagai cucu Kiai Abdul Karim ayah Kiai Hamim itu berawal dari adat orang Jawa dan Madura yang tidak membeda-bedakan garis laki-laki dan perempuan, sehingga ketika memilih kakek, mereka akan memilih kakek yang paling keramat walaupun dari garis ibu. Syekh Kholil dinisbatkan sebagai cucu Kiai Asror karena Kiai Asror lebih terkenal daripada Kiai Abdul Karim. Akibat Syekh Kholil lebih dikenal sebagai cucu Kiai Asror, maka beliaupun lebih dikenal sebagai cucu Sunan Gunung Jati, padahal Kiai Asror juga cucu Sunan Gunung Jati dari garis perempuan. Sebelum ini, jarang orang yang tahu bahwa nasab Syekh Kholil yang garis laki-laki bersambung pada Sunan Kudus, sedangkan beberapa jalur perempuan beliau juga bersambung pada Sunan Ampel dan Sunan Giri.[14] Banyak catatan yang saya temukan kehilangan nama ini. Padahal nama ini sudah masyhur di kalangan keluarga Basyaiban dan telah disahkan Robithoh Alawiyah.[15] Sebagian silsilah yang tidak mencatat nama ini. Mungkin “kelewatan” itu berangkat dari kalimat “Sayyid Sulaiman adalah keturunan Sunan Gunung Jati dari pihak ibu”. Keturunan bisa cucu dan bisa cicit. Ketika kalimat itu dimaksudkan cicit, maka yang mendengar mengira cucu, sehingga langsung saja ia menyimpulkan “Sulaiman bin putri Sunan Gunung Jati”. Wallahu a’lam.[16] Ada yang menulis bahwa Hidayatullah adalah nama lain dari Fatahillah yang berasal dari aceh, termasuk HAMKA yang kemudian dinukil oleh kitab “Syams Azh-Zhahirah”. Adapun yang benar adalah bahwa Hidayatullah dan Fatahillah itu dua orang yang berbeda. Adapun Fatahillah adalah putra Sayyid Ibrahim bin Abdul Ghafur bin Barakat bin Husain Jamaluddin. Fatahillah dikenal dengan panggilan “Falatehan”, pernah menjadi Panglima Perang Kerajaan Demak, kemudian menjadi Panglima Perang Kesultanan Cirebon di masa Sunan Gunung Jati dan menaklukkan Sunda Kelapa. Setelah itu beliau menikah dengan putri Sunan Gunung dari buku DARI KANJENG SUNAN SAMPAI ROMO KIAI I SYAIKHONA MUHAMMAD KHOLIL BANGKALANPenulis KH. ALI BIN BADRI AZMATKHANPenerbit IKAZHI & YAYASAN SYAIKHONA MUHAMMAD KHOLIL BANGKALANSumber internet
Mulamula beliau menjadi santri di Pesantren Wonokolo, Pesantren Langitan, Pesantren Probalinggo, Pesantren Trenggilis, dan berguru kepada Kyai Kholil di Bangkalan, Madura. 6 Pada tahun 1893 K.H. M. Hasyim Asyari meninggalkan tanah air dan pergi ke Mekkah untuk berguru disana.
Syaikhona Muhammad Kholil atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kholil merupakan ulama' besar yang berasal dari kabupaten bangkalan tepatnya di Syaikhona Muhammad Kholil atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kholil merupakan ulama' besar yang berasal dari kabupaten bangkalan tepatnya di Pulau Madura dibagian sisi 11 Jumadil Akhir 1235 H atau 27 Januari 1820 M, Desa Kramat Bangkalan adalah hari lahir beliau yang merupakan putra dari pasangan Nyai Syarifahh dengan KH. Abdul Latif yang memiliki garis keturunan dengan Sunan Gunung wafat pada 29 Ramadhan 1343 H atau 1925 Masehi di usia 105tahun dan dimakamkan didaerah Martjazah Bangkalan yang sekarang tidak pernah sepi dari Kholil sejak memiliki memang memiliki bajkat yang luar biasa istimewa akan kehausan ilmunya terutama dalam bidang ilmu fiqh dan nahwu yang sudah menghafal nadzham Alfiyah Ibnu Malik. Biografi, Silsilah, Pendidikan, Guru, Karya, Santri dan Karomah Mbah Kholil Bangkalan Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan Sebenarnya, Syaikhona Muhammad Kholil merupakan keluarga yang berasal dari segi ekonominya yang lumayan ada. Akan tetapi, beliau tetap ingin tidak merepotkan kedua orang tuanya dengan menjadi santri yang salah satu seoarang yang berpegang teguh dengan pantang menyerah dalam keadaan apapun sehingga ada yang mengenalnya dengan sebutan Santri yang sangat teladan dan beiau merupakan guru pertama yang mengajar karya Syeikh Ahmad al-Fathani berjudul Tashilu Nailil Amani yang membahas seputar Ilmu Nahwu dalam bahasa hanya itu saja, ketulusan beliau dalam mencari ilmu dan beramal sudah tidak diragukan lagi diberbagi pelosok khususnya di wilayah pulau jawa dan madura Naqsyabandiyah merupakan ilmu penyebaran ajaran tarekat yang pernah beliau belajar di masa hidupnya, sehingga juga dikenal dengan ahli tarekat dari sumber Martin Van hidup lainnya yang sangat bersejarah yaitu ketika menjadi gejolak perlawanan terhadap penjajah seperti memberi suwuk kekuatan batin kepada pejuang, memeberikan ilmu pendidikan yang tak jauh dari agama dan Juga Obyek Wisata Religi di Makam Wali MaduraPendidikan dan Guru Syaikhona Kholil BangkalanSemasa usia mudahnya sejak tahun 1850 sekitar kurang lebih umur 30 beliau menempuh pendidikan di berbagai pesantren untuk memahami ilmu gramatika arab diantaranya sebagai berikut Belajar Ke Ayahanda yaitu KH Abdul Latif guru pertama Mbak Kholil Kitab Jurumiyah, Imrithu, Sullam Al Safinah dan Kitab lainnya Ke Kiai Qaffal dan Nyai Maryam yang merupakan Kakak Perempuan dari berangkat ke pulau jawa, Mbak Kholil menyempatkan untuk menjadi santri ke Kia Madura seperti Bujuk Dawuh, Bujuk Agung dan Tuan Guru pesantren langitan tuban yang waktu itu pengasuhnya Kyai Muhammad Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan dengan pengasuh Kiai Pesantren Darussalam, Keboncandi, Pasuruan yang belajar ke Kyai Arif dan Kyai Nur Hasan yang berada di Sidogiri dengan menempuh perjalanan sekitar 7km yang tak pernah lepas membaca surah yasin disetiap di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Banyuwangi sambil menjadi buruh pemilik kelapa dari pengasuhnya yaitu KH. Abdul Bashir .Belajar Ke Mekkah pada tahun 1276 H/1859 M yang belajar dengan guru ulama' indonesia dari banten yaitu Syeikh Nawawi al-Bantani, Syeikh Muhammad Zain bin Mustafa al-Fathani, Syeikh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani, Kiyai Umar bin Muhammad Saleh Semarang dan berbagai syeikh dari madzhab di masjid al-haram. Selain itu, beliau sambil bekerja sebagai penyalin kitab untuk memenuhi kebutuhan menjadi santri dan belajar ke berbagai wilayah, beliau telah menghafal kitab dan Hafidz Al-Qur'an dengan Qira'at Sab'ah hanya itu saja, selain belajar beliau sambil mengabdi dan mencari kerja untuk bisa tetap bertahan memenuhi kebutuhan belajar ke mekah, beliau dulu memutuskan untuk menikah terlebih dahulu dengan salah satu putri lodra putih yaitu Nyai Asyik pada tahun dari kepulangannya dari tanah arab, beliau dikenal dengan seorang ahli fiqih, nahwu dan al-hafidz. hingga banyak santri yang datang untuk menjadi muridnya dari desa-desa sekitar dan wilayah lainnya di pulau Mbah Kholil BangkalanSetelah melakuakan banyak perjalanan hidup yang bersejarah dan berguru ke berbagai macam ulama' besar, hingga akhirnya membuat karya yang berupa kitab diantaranya sebagai berikut Al- Silāh fī Bayān al-NikāhSa’ādah ad-Dāraini fi as-Shalāti Ala an-Nabiyyi ats- TsaqolainiAl-Matn asy-SyarīfKitab Asma'ul Husna Nnadham yang berbentuk bahasa Jawa-MaduraKitab Terjemahan Alfiyah ibn MalikTaqrirat ala Mandhumah Nuzhatit ThullabIsti’dadul MautAl-Matnus Syarif yang merupakan ilmu fiqih Barzakhiyah yang berisi doa' dan Murid Kyai Kholil Bangkalan Yang SuksesMemiliki murid atau santri yang sukses menjadi pilihan semua guru, keihklasan mbah dalam memberikan ilmunya sehingga banyak muridnya yang menjadi orang terkenal atau tokoh besar. diantaranya sebagai berikut KH. Hasym Asy’ari Pendiri Nahdlatul UlamaKH. Ahmad Dahlan Pendiri MuhammadiyahKHR. As’ad Syamsul Arifin SitubondoKH. Bahar bin Noerhasan SidogiriKH. Wahhab Hasbulloh JombangKH. Abdul Karim Lirboyo,KH. Bisri Samsuri Pendiri sarekat islam MekahIr. Soekarno Presiden pertama di IndonesiaKH. Masykur Mentri agama pada masa presiden Ir. Soekarno,KH. Ramli TamimKH. Mustofa BisriKH. Munawwir Krapyak YogyakartaKH. Hasan Mustofa Garut Karomah Syekh kholil BangkalanUlama' besar yang berasal dari pulau Madura tepatnya di wilayah Bangkalan memiliki karomah atau perkara luar biasa yang tampak. diantaranya sebagai berikut Berada di tempat dalam waktu yang bersamaan Membelah Diri.Menyembuhkan Orang Pencuri Timun Yang Tidak Bisa Nunduk Jamah Haji Yang Sedang Ketinggalan Keras Ketika Penengah Saat Debat Kepiting di Masjidil HaramMemberikan Jawaban Atas Perdebatan habib Jindan Ьіn Salim .Mengapung di Atas Saat ke MekkahMengubah Arah Kiblat Terhadap Pembangunan Masjid Dari Penjara Oleh Ke Kiai Abu Darin Lewat Calon Santri dari Jarak Jauh Saat Macan dari JombangMemberi Hukuman Kepada Santri Yang Tidak Ikut Jamaah Hingga Menjadi KH BesarMenancapkan Kayu Ke Tanah Keluar Air di Macan Tutul Saat Habib Sedang BerwudhuMengatasi Berbagai Macam Masalah Dengan Membaca Kh. Kholil BangkalanPerjalanan hidup yang dijalani dari Mbah Kholil Bangkalan tidak lepas dari silsilah atau nasab yang tak jauh dari ulama' besar ke jalur rasulullah SAW, diantaranya sebagai berikut Kh. Kholil Bangkalan Generasi kе-32 dari Rasulullah Saw lewat Jalur Kholil Bangkalan Generasi ke-34 ԁагі Rasulullah Saw lewat Jalur Sunan Kholil Bangkalan Generasi kе-34 ԁагі Rasulullah Sаw lewat Jalur Sunan Kholil Bangkalan Generasi kе-37 dari Rasulullah Saw lewat Jalur Sunan beberapa tulisan diatas merupakan perjalanan syaikhona kholil bangkalan Mbah Kholi yang merupakan guru dari para ulama' Juga Sejarah Sayyid Husein Assegaf Makam Zimat Banyusangka di BangkalanSekian dan Terima Kasih atas kunjungan ke website Ibnu Jacky jika ada pertanyaan atau masukkan silahkan klik komentar dibawah ini. semoga postingan diatas bermafaat bagi para pembaca.
JualSyaikhona Kholil Bangkalan; Penentu Berdirinya Nahdlatul Ulama online murah berkualitas.Review SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN | KAMPUS WONG ALUS (KWA) Pos tentang SYAIKHONA KHOLIL BANGKALAN yang ditulis oleh wongalus Silsilah Syeikhona kholil Bangkalan Madura JATIM mohon di periksa kembali silsilah keturunan KHR.MOH.KHOLIL.Bangkalan terima kasih 18 November, 2014 Nafakhatin Nur said kisahsyekh kholil bangkalan; Gus Miek Bertemu KH. Mas'ud, Pagerwojo; Nasab KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Silsilah Gus Dur; Kisah Syekh Abdul Hamid Pasuruan; Jalan Sufi Gus Dur; Sayyid Muhammad Al Maliky; Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf; Salam dari malaikat Jibril (Kisah karomah Kyai Ham KEISTIMEWAAN NABI MUHAMMAD S.A.W; Hadratus
Halitulah yang membuat Kiai Muhammad Kholil Bangkalan,
. 358 108 11 477 235 352 384 340

silsilah kyai kholil bangkalan